Masa Awal Gereja Katedral Santo Yosef Pontianak Hingga Tahun 1945

- Pada tahun 1930, karya para misionaris genap berusia 25 tahun di Kalimantan Barat.
- Tanggal 24 Januari 1933, Mgr. Pacificus mengajukan surat permohonan pengunduran diri dari tugasnya sebagai Vikaris Apostolik ke Roma dikarenakan kondisi kesehatannya yang kurang memungkinkan.
- Pada 10 Desember 1934, Pastor Tarcisius diangkat menjadi Vikaris Apostolik.
- Pada tanggal 19 Januari 1935, Mgr. Pacificus resmi menyerahkan tanggung jawabnya sebagai Uskup kepada penggantinya yang telah membantunya sejak 1926.
- Beberapa tahun kemudian, para misionaris harus menghadapi kesulitan yang besar ketika Pontianak mulai dimasuki para penjajah Jepang.
- Serangan pertama terjadi saat dijatuhkannya bom pada tanggal 19 Desember 1941 di sekolah HCS yang mengakibatkan 15 siswa dan 600 orang lainnya meninggal. Sejak kejadian tersebut, para suster dan bruder memilih untuk mengungsi bersama dengan anak-anak yang tinggal di asrama.
- Namun pada tanggal 20-31 Desember 1941, gereja Katedral masih dapat melakukan pembaptisan.
- Setelah Jepang resmi menduduki Pontianak, seluruh pastor, bruder dan para pegawai pemerintahan diperintahkan untuk berjanji tidak akan melarikan diri.
- Para pejabat pemerintahan Hindia Belanda dan juga para misionaris yang hampir semuanya berkebangsaan Belanda.
- Rumah bruderan MTB tempat para pastor mengungsi dikelilingi kawat berduri agar tidak ada yg dapat melarikan diri dan disini ditahan juga para pekerja sipil pemerintahan Hindia Belanda. Sementara itu, para suster dan wanita Eropa juga ditahan di pastoran yang letaknya tidak jauh dari bruderan.
- Di tanggal 14 Juli 1942, seluruh tawanan yang berjumlah 150 orang tersebut dimasukkan ke dalam sebuah kapal kecil dan diberangkatkan menuju Sarawak untuk dimasukkan ke dalam camp tahanan.
- Hal ini mengakibatkan banyak sekali data kearsipan di gereja Katedral yang hilang karena keadaan Kalimantan Barat yang berstatus darurat perang dan hanya menyisakan 2 (dua) orang pastor dan beberapa suster yang merawat pasien kusta. Sebagian besar dokumen juga dihilangkan dengan sengaja agar tentara Jepang tidak dapat mengakses identitas umat yang mungkin menjadi sasaran pembunuhan.
- Satu-satunya data yang dapat dipakai untuk menelusuri aktivitas gereja hanya melalui buku induk pencatatan baptisan yang tercatat mulai tanggal 20 Desember 1941 hingga seterusnya.
- Sementara itu, untuk penamaan Gereja Katedral Santo Yosef diperkirakan berawal dari Prefek Pacificus yang menyerahkan semua rencana pendirian gereja, sekolah, asrama dan rumah misionaris, kepada Santo Yosef, pelindungnya.
- Pasca kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dan kemerdekaan Republik Indonesia, para mantan tawanan termasuk para misionaris akhirnya dapat kembali ke Pontianak pada awal bulan Desember 1945. Mgr. Tarcisius, Uskup dan semua imam, bruder dan suster kembali menempati kediaman mereka di lingkungan gereja Katedral Pontianak dan keadaan perlahan kembali normal.
- Memasuki tahun 1946, karya misi di bidang pendidikan mulai kembali berjalan. Seluruh bangunan sekolah yang ditutup selama para imam, bruder dan suster ditawan kembali dibuka. Tahun ajaran baru pun dimulai pada bulan Juli 1946.