Masa Perubahan (1945-1960)

  • Gereja Katedral Santo Yosef pasca 1945 telah kembali normal dan ditandai dengan dilakukannya pembaptisan pertama pasca perang dunia pada tanggal 20 Agustus 1945 atas nama Sim Li Lin dan Sim Li Hoei. Pembaptisan tersebut dipimpin oleh Pastor Pacificus Bong dari Montrado, Singkawang.
  • Pasca kemerdekaan Indonesia, sistem pemerintahan secara perlahan berubah dan berganti dengan kebijakan pemerintah Indonesia seperti pegawai-pegawai Eropa dan Belanda yang pulang ke tanah air dan digantikan dengan pegawai Indonesia serta bahasa utama di sekolah yang diganti dengan Bahasa Indonesia.
  • Kondisi tersebut juga mempengaruhi gereja dimana hampir semua imam, bruder dan suster adalah orang Belanda dan Swiss. Pada akhirnya hanya tersisia beberapa imam lokal seperti:
    • Pastor Pacificus Bong (ditahbiskan 1934)
    • Pastor Edwinus / Ng Jin Tsjhoen asal Pontianak (ditahbiskan 4 Agustus 1943)
    • Pastor Deodatus Li Tjin Sjong asal Singkawang (ditahbiskan 4 Agustus 1943)
    • Pastor Firminus Tsong Hie Kwee asal Pontianak (ditahbiskan 3 Agustus 1949)
    • Pastor Beda Lot Si Lin asal Teluk Suak (ditahbiskan 3 Agustus 1949)
    • Pastor Marius Tjhin Nyim Sjoen asal Tayan (ditahbiskan 31 Juli 1961)
    • Pastor Marcellus Lie Po Hin asal Singkawang (ditahbiskan 30 Juli 1962)
    • Pastor Mattheus Sanding asal Nyandang (ditahbiskan 1966)
    • Pastor Hieronymus Bumbun asal Menawai (ditahbiskan 1967, kemudian menjadi Uskup Pontianak pada 1977)
  • Secara politik, kondisi Indonesia yang belum stabil kembali memanas karena persoalan Irian Barat yang belum diserahkan Belanda kepada Indonesia. Hal ini tentu saja mempengaruhi para misionaris Belanda dan membuat mereka harus memperbaharui Kartu Izin Masuk Sementara (KIM-S) agar dapat tetap tinggal di Indonesia. Permohonan pembaharuan KIM-S ini cukup menyulitkan mengingat banyaknya lampiran yang harus dikumpulkan dan juga wawancara oleh pihak militer. Jalan satu-satunya bagi mereka adalah mengajukan kewarganegaraan Indonesia.
  • Keadaan ini membuat para misionaris yang sedang cuti tidak dapat lagi kembali ke Indonesia, sebaliknya para misionaris yang ada di Kalimantan Barat juga tidak berani mengajukan cuti kembali ke Belanda.
  • Untuk mensiasati keadaan ini, Provinsi Kapusin Induk di Belanda mengirimkan tenaga yang berasal dari Swiss. Pada tanggal 1 November 1959, 3 (tiga) misionaris tiba di Pontianak, yakni:
    • Pastor Rene (bertugas di Pontianak)
    • Pastor Ewald (bertugas di Nyarumkop)
    • Pastor Frans Xaver (bertugas di Nyarumkop)
  • Pada 13 Juli 1957, Pastor Herculanus yang sebelumnya merupakan sekretaris Vikaris Apostolik diangkat menjadi Vikaris Apostolik.
  • Pada perayaan hari Kristus Raja tanggal 17 Oktober 1957, Mgr. Herculanus ditahbiskan menjadi Uskup.
  • Di awal masa jabatannya, Mgr. Herculanus meresmikan paroki baru Stella Maris (bermakna Bintang Laut, yang berasal dari nama sekolah Hoi Sen / Bintang Laut yang didirikan oleh Bruder Canisius) di Siantan pada tanggal 15 Agustus 1960, yang merupakan bagian dari gereja Katedral Pontianak.
  • Pada tahun 1959 saat Mgr. Tarcisius akan ditahbiskan menjadi Vikaris Apostolik, lokasi pentahbisan ternyata harus dipindahkan ke gereja di Singkawang karena gereja Katedral tidak lagi mampu menampung jumlah umat yang banyak.
  • Di tahun 1959, dibawah pengawasan Bruder Cosmas Hensen, gereja Katedral mulai diperluas dan selesai di tanggal 28 Desember 1963.
  • Berdasarkan data pada buku baptisan, sepanjang tahun 1945 hingga 1960 jumlah baptisan yang dilakukan di gereja Katedral Pontianak sebanyak 2.297 orang.